Jumat, 08 April 2011

Catatan Bentrok Akhir Sekolah


 
Kawan adalah hal indah yang dibutuhkan ketika canda tawa perlu untuk menghiasi hari.
Kawan adalah tempat terbaik yang dibutuhkan ketika duka bermuram menyelimuti hati.
Kawan adalah orang yang patut untuk dicari ketika kesendirian menjadi kejenuhan dalam hidup.
Dan kawan… Nggak ada kalian nggak rame.
Kawan…?
Sejak kapankah kawan menjadi lawan?
Ini perlu untuk dipertanyakan dalam keseharian di sekolah dan di kelas kita. Apakah seharusnya kita berada dalam pihak yang berlawanan?
Menunggu detik-detik menuju Ujian Nasional, aku tahu kita sama-sama terbebani mengejar kepemahaman akan materi pelajaran Ujian Nasional. Setiap hari harus bergelut dengan jenuh dan semangat yang palsu, menuntut pikiran untuk focus pada empat hari dimana keringat mengucur tanpa dikehendaki, dimana hati berdebar tak karuan menerima lembaran-lembaran kertas berisi soal-soal njelimet, dimana kita mencoba selalu meringkuk menundukkan kepala karena pengawas layaknya seekor macan yang siap menerkam. Aku tahu itu karena kita sedang sama-sama merasakannya. Tapi apakah dalam detik-detik yang menegangkan ini, masalah yang tak tahu rimbanya harus menjadi bentrok perang dingin dalam kelas?
Ini sungguh seperti perang yang sesungguhnya. Celoteh-celoteh sindiran sering meluncur dari mulut-mulut kita, tatapan-tatapan tajam sering terlempar dianatara kita, dan kata-kata kotor senantiasa begitu mahir terlontar bila salah satu diantara kita merasa tersinggung.
Hey… Whats wrong with us? Any problem?
Memang benar apa yang dikatakan teman kita “Mengapa kekompakkan kelas kita seiring berjalannya waktu semakin memudar?”
Biarkan fakta yang berbicara. Ini tidak bisa ditudingkan sebagai kesalahan kita. Kita akui saja Ego dan emosi kita masih sangat labil. Tercatat, ini bukan masalah anak satu kelas, tapi karena masalah pribadi diri masing-masing.  Bangku deretan timur dari depan sampai belakang.
Blok depan > Tyas, Ryan,Venti, Lenie (aku)
Blok belakang > Bharada, Sofi and d’gank
Ingatkah dulu kita adalah teman dekat? Bergerombol menyerbu kantin yang sempit dan sesak, berbagi ice dengan satu sedotan yang sama, mengerumuni snack dan makan bersama, bergaya konyol bersama dalam jepretan kamera, bersorak lantang bersama mensuport teman kita yang unjuk gigi di lapangan ketika lomba classmeeting.
Oh no! Terlalu indah untuk dilupakan. Harusnya kita perlu mengadakan konferensi meja bundar dengan cicak sebagai ketua perundingan untuk mengakhiri permusuhan ini. Tanyakanlah pada cicak-cicak yang nemplok di dinding yang menemani kita saat jam pelajaran berlangsung. Mungkin cicak-cicak itu lebih pintar dari kita, karena diam-diam dimungkinkan mereka mencuri ilmu dengan ikut mendengarkan penjelasan guru-guru kita. Coba kita tanyakan mengapa kebersamaan yang dulu begitu indah berubah haluan menjadi sebuah permusuhan. Gejolak apakah yang menyebebkan permusuhan ini terjadi?
Bullshit! Ini bukan seperti cerita dalam dongeng. Bagaimana mungkin cicak dapat berbicara nenjawab pertanyaan kita. Bukankah di dunia ini hanya manusia yang dapat berbicara? Tapi mengapa kita tidak mau mencoba untuk bicara langsung untuk mengakhiri konflik tak berharga ini.
Aikh… Biarkan saja cicak-cicak yang hinggap di dinding-dinding kelas kita yang tahu jawabannya.
Kawan… Bisakah kita mengakhiri kericuhan ini? Sebelum perang dengan soal-soal itu terlaksana? Bukankah menjadi teman adalah lebih indah… Kita hiasi saja bibir kita dengan kalimat “Astaghfirullohhal’adzim” dan “Bissmillahhirrokhmannirrokhim”.
Mungkin dengan kalimat ini konflik mereda sendiri karena Alloh yang menghendaki.
“Astaghfirullohhal’adzim” untuk kesalahan kita terhadap hal bodoh ini. “Bissmillahhirrokhmannirrokhim” untuk menunutun langkah kita menyusuru hari-hari kedepan.
Kita teman bukan? Of course! It’s everything gonna be okey. Kita ingat saja kata mom Fatkhurohmah Susetyo dalam coment status facebook-ku “ Forget it! It’s time to STUDY. Get a good mark in UN.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar